Selasa, 01 Juni 2010

Cobaan Umat Karena Abaikan Sholawat

22 Mar 2006 Oleh sufinews -Tragedi demi tragedi ditunai ummat Islam, mulai dari bencana dimana-mana hingga, ketika negeri-negeri Islam diserang oleh AS dan sekutunya, lalu berujung pada penghinaan terhadap Nabi. Karikatur, relief, gambar Nabi, telah meruyak kemarahan ummat seluruh dunia.
Cobaan Umat Karena Abaikan Sholawat

22 Mar 2006 Oleh sufinews -Tragedi demi tragedi ditunai ummat Islam, mulai dari bencana dimana-mana hingga, ketika negeri-negeri Islam diserang oleh AS dan sekutunya, lalu berujung pada penghinaan terhadap Nabi. Karikatur, relief, gambar Nabi, telah meruyak kemarahan ummat seluruh dunia.

Negeri-negeri Islam yang membujur di belahan selatan dunia, yang dikategorikan negeri miskin, di tengah arus globalisasi, semakin termiskinkan. Kekalahan structural dalam berbagai piranti, infrastruktur, dan teknologi telah membuat ummat Islam hanya menjadi sasaran konsumen negara-negara industri. Belum lagi Mafia yang menguasai separo aktivitas internasional, yang menghalalkan segala cara.

Kemudian Ummat terbelah menjadi kekuatan-kekuatan, kelompok-kelompok, kebudayaan-kebudayaan, tidak jarang satu sama lain saling tarik menarik dan bertentangan. Ada yang merespon kekuatan global dengan ekstrimitas dan radikalisme, ada yang merespon dengan integralisme dan adaptasi dengan globalisasi, ada yang merespon dengan sikap moderat tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar Islam, ada yang merespon dengan ketakberdayaan mengikuti arus dengan sikap acuh tak acuh atas perkembangan planet bumi. Tapi peta tersebut sangat menarik bagi dunia luar untuk memposisikan ummat Islam di seluruh dunia sebagai obyek, bukan sebagai subyek yang positif bagi masa depan umat manusia.

Tetapi mari kita jenguk kondisi ummat kita sebenarnya. Tahun-tahun seperempat abad terakhir, ummat Islam mengalami sock yang luar biasa, antara modernisasi, tradisi, dan nilai-nilai agama. Diantara korban-korbannya adalah spiritualitas ummat yang mencapai titik jenuh luar biasa, sampai akhirnya terekspresikan dalam berbagai aktivitas yang cukup menyimpang dan mengerikan: Gerakan spiritual yang mengatasnamakan gerakan ruhani Islam, seperti munculnya lembaga-lembaga atau perorangan yang menjanjikan "Puncak Spiritual" melalui aktivitasnya. Ternyata, tidak lebih dari aktivitas metafisika, mistik, dan keparanormalan yang dibungkus dengan nuansa dzikir, ilmu-ilmu hikmah tertentu dan lebih sadis lagi menggunakan singkretisme kebatinan semua agama dalam satu format spiritual.

Dampaknya, ummat kehilangan nuansa genial yang murni dan hakiki, yang selama ini dikokohkan oleh para Sufi dari zaman ke zaman mulai sejak era Nabi Muhammad SAW. hingga dewasa ini. Dua pendulum yang kontra dan meruyak aktivitas luhur dunia ruhani kaum Sufi bermunculan: Mereka ramai-ramai mengobarkan semangat anti sufisme, karena dianggap bid'ah di satu sisi, dan di sisi lain muncul kelompok penyimpang tasawuf yang mengatasnamakan dunia Sufi.

Dua kelompok anatagonis inilah yang pada saat bersamaan, merasa paling Islami dan paling benar, dan di saat yang lain meruntuhkan semangat kecintaan kepada Allah dan Rasululullah SAW, dalam arti yang sesungguhnya, bukan dengan cara emosi, reaksi dan arogansi.

Lalu semangat yang hakiki mengenai Mahabbatullah dan Mahbbatur-Rasul terbuang dalam arus pembelaan yang bernuansa pinggiran, tidak masuk dalam jantung hati yang sesungguhnya.
Sahara Kegersangan

Mari kita jenguk jendela kita semua, agar melihat ruang batin di kedalaman jiwa kita. Benarkah kita telah membuktikan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya? Benarkan kita telah mendenyutkan jantung kita setiap saat, setiap waktu, setiap ruang dan gerak, bersama dzikrullah dalam hati kita? Seberapa persen jumlah ummat Islam seluruh dunia yang melakukan aktivitas mulia dalam jiwanya? Apakah aktivitas mulia itu hanya dilihat dari yang tampak dipermukaan dalam "teater ummat Islam"? Dalam "Gaya hidup beragama"? Dalam "sok religi" atau "Style Islami" di media massa dan kepentingan-kepentingan riya’ politik? Kenapa tidak ada upaya untuk menjenguk kegersangan demi kegersangan yang menimpa jiwa ummat ini?

Rupanya ummat seperti kehilangan induk ketika berada di Padang Mahsyar. Gerakan demi gerakan, tak lebih dari sebuah kebingungan, keresahan dan ketakutan. Di hamparan Mahsyar ummat mencari Syafaat, dari satu Nabi ke Nabi lain, lalu berujung pada Nabi Muhammad SAW. Itulah fakta hari ini, pencarian cinta kepada Nabi di tengah kegersangan Mahsyar Dunia, dalam kegundahan luar biasa. Lalu muncul berbagai image, dalam bebagai bentuk, antara lain:

1. Dengan menyatakan sebagai pembela Nabi SAW, tetapi tidak mencintai Nabi SAW, dalam arti yang hakiki.
2. Menyatakan sebagai pembela ahlul Bait sebagai ideology dan organisasi saja.
3. Memanggil-manggil Nabi dengan jeritan-jeritan sebagai aktivitas spiritual, dan menganggapnya sebagai puncak spiritual.
4. Merasa mendapatkan wahyu dari malaikat, lalu mengaku sebagai Nabi Baru, yang selaras dengan Nabi Muhammad saw.
5. Memanfaatkan simbol-simbol Kenabian sebagai gerakan massal, yang akhirnya berujung pada ekonomi dan politik.
6. Merasa paling dekat dengan Nabi, lalu dijadikan symbol spiritual, hanya karena nasab dan keturunan.
7. Merasa paling Islami dengan cara meniru gaya hidup lahiriyah Nabi, Syariat Nabi, sementara Qalbu Nabi, Hakikat Islam, Ruhul Islam, tidak dijadikan teladan, akhirnya hanya menuai kefasikan dan kegersangan hati.
8. Dan kalau terurai sebenarnya ada 72 kelompok Islam yang merasa telah benar meneladani Nabi, ternyata jauh dari keselamatan dan kebenaran.

Elemen kelompok itu hanyalah ilustrasi, yang bisa kita jadikan pelajaran paling berharga. Faktanya, kelompok-kelompok itu tidak mencintai Nabi dalam arti sesungguhnya, sehingga Syafaat Nabi untuk ummat Islam di dunia, tidak bisa mereka terima secara total sebagaimana di suasana di padang mahsyar kelak.

Coba dikalkulasi dalam statistik. Berapa persen dari jumlah ummat seluruh dunia yang masih terus membaca sholawat Nabi setiap harinya? Berapa kali setiap hari mereka membaca sholawat Nabi? Apakah sholawat Nabi hanya dibaca setiap kita sholat, karena dalam sholat ada bacaan sholawat? Apakah sholawat Nabi hanya dibaca ketika ada maulid Nabi? Apakah sholawat hanya jadi nyanian-nyanyian dan ekspressi seni dan hiburan, sebagaimana dalam gerakan musikalisasi sholawat?
Benarkah bibir anda menggetarkan sholawat sepanjang saat? Benarkah "rasa" sholawat telah menghujam dalam kecintaan luhur di jantung hati anda? Benarkah anda merasakan kedekatan Nabi dengan diri anda, seakan-akan Nabi di hadapan anda? Apakah anda mencintai sekadar sebagai statemen, pengakuan, lips service, atau memang sampai pada kecintaan dalam keyakinan, haqqul yaqin di hati?

Mari kita mengingat apa yang dikatakan Ibnu Athaillah as-Sakandary dalam kitab Al-Hikam, "Apa yang muncul dalam fenomena lahir sesungguhnya akibat dari fenomena batin."

Jika batin kita tidak mencintai Nabi, atau sekadar "beban kewajiban" saja bersholawat Nabi, maka yang muncul di fenomena lahiriyah hanyalah kecintaan plastik yang palsu atas Nabi SAW. Jika hati kita tak pernah beruntun mendetakkan sholawat Nabi, maka sholawat yang kita ungkapkan pada Nabi hanyalah ekspressi kering dari bibir kita yang tak pernah basah dengan dzikir dan sholawat.
Jangan sampai kita merasa dekat dengan Nabi, tapi hati kita jauh dari Nabi.

Jangan sampai kita merasa membela Nabi, tapi jiwa kita tidak pernah sholawat Nabi.
Jangan sampai kita berharap sholawat Nabi, tapi sesungguhnya kita tidak pernah menaruh rasa hormat dalam jantung hakiki.
Jangan sampai sampai kita merasa meneladani Nabi, tapi kesombongan, riya', pengakuan-pengakuan menjadi gaya hidupnya yang dibungkus ke-Islamannya untuk menyembunyikan kemunafikannya.

Jangan sampai anda merasa memakai baju-baju, ornament, life style, seperti Nabi, namun sesungguhnya baju hakiki, ornament jiwa, life style ruhani yang sesungguhnya compang camping di jiwa anda.

Jika hal itu tetap ada pada diri anda, maka cobaaan demi cobaan di Padang Mahsyar dunia ini, senantiasa merobek sejarah kita, mengoyak kemuliaan Nabi, merobohkan istana yang sesungguhnya dalam jiwa kita. Inna Lillahi wa-Inna Ilaihi Roji'un.

Mari kita gerakkan jantung kita, bersama Allah dan RasulNya, kapan, dimana, bagaimana, dalam kondisi apa, dalam situasi apa, agar syafaat beliau melimpah dengan Cahaya, dan kita saksikan bersama "Tidaklah Kami mengutusmu, kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta…" . Amin.

0 komentar:

Posting Komentar